Senin, 20 Maret 2017

Perselisihan Ayah dan Anak yang Tak Berujung


Konten yang terkandung di dalam blog ini adalah semata-mata untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Softskill, yaitu Aspek Hukum Dalam Ekonomi. Jika ada kesamaan latar, alur, tokoh atau apapun, itu hanya kebetulan belaka dan tidak bermaksud untuk menyinggung.






KASUS

Seorang anak, sebut saja Bubu mengaku bahwa dirinya adalah anak dari seorang ayah yang bernama Dudu. Ia mengaku bahwa dia adalah anak kandung dari pernikahan Dudu dengan ibunya Mumu.

Bubu mengaku bahwa selama ini pria yang diketahui adalah ayahnya, tak pernah mengakui dirinya sebagai anak. Bubu juga menunjukkan surat-surat penting yang menyatakan bahwa ibunya Mumu memang pernah menikah dengan Dudu, selain itu Bubu juga menunjukan akta kelahirannya.

Namun pengakuan Bubu ini di sanggah oleh Dudu. Dengan tegas, Dudu menyatakan bahwa Bubu bukanlah anaknya. Dudu menyebutkan bahwa Mumu istri pertamanya telah memberikan anak dari lelaki lain sebut saja Mr.X, dan Bubu pun mengetahui hal ini saat usianya 17 tahun. Untuk memperkuat pengakuannya, Dudu pun menantang Bubu untuk melakukan tes DNA.

Bubu tidak terima dengan pernyataan Dudu yang menyebutkan bahwa dirinya merupakan anak ibunya dengan lelaki lain. Menurutnya ini sama saja Dudu menuduh ibundanya telah melakukan hubungan gelap dengan orang lain. Oleh sebab itu Bubu melaporkan ayahnya atas tuduhan pencemaran nama baik.

Secara hukum, dengan merujuk pada ketentuan Pasal 42 UU Perkawinan, Bubu merupakan anak yang sah yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah. Sehingga di mata hukum, Dudu tidak bisa menyatakan bahwa Bubu bukan anak sah dari dia.

Pasal 44 UU Perkawinan menyatakan bahwa seorang suami dapat menyangkal sahnya anak yang dilahirkan oleh istrinya, bilamana ia dapat membuktikan bahwa istrinya telah berzina dan anak itu akibat daripada perzinahan tersebut. Namun peraturan di dalam KUHP untuk membuktikan (berzina) hanya bisa dilakukan oleh pasangan suami istri, sedangkan mereka (Dudu dan Mumu) sudah bukan pasangan suami istri.

Keputusan tentang penyangkalan sah atau tidaknya anak yang dilahirkan dalam perkawinan bukan berada pada tangan Dudu, tetapi harus diputuskan oleh Pengadilan atas permintaan dari pihak yang berkepentingan, dalam hal ini Dudu selaku bapak  yang melakukan penyangkalan tersebut.



Analisis Kasus

1. Hukum Perdata
Hukum perdata adalah ketentuan yang mengatur hak-hak dan kepentingan antara individu-individu dalam masyarakat. Dalam tradisi hukum di daratan Eropa (civil war) dikenal pembagian hukum menjadi dua yakni hukum publik & hukum privat (hukum perdata). Dalam asisten Anglo Sakson (common law) tidak dikenal semacam ini.

Menurut saya, kasus yang saya ambil ini tentang seorang anak yang ingin mendapat pengakuan bahwa ia adalah anak kandung dari seorang bapaknya, namun bapaknya tidak mengakui anak tersebut sebagai anak kandungnya termasuk jenis hukum perdata. Karena kasus tersebut membahas mengenai satu individu dengan individu lainnya, dan meminta hak seorang anak kepada bapaknya.

2. Sejarah Hukum Perdata
Hukum perdata berasal dari hukum perdata perancis yaitu Code Napoleon yang disusun berdasarkan Romawi Corpus Juris Civilis yang pada waktu itu dianggap sebagai hukum yang paling sempurna. Hukum privat yang berlaku di Perancis dimuat dalam dua kodifikasi yang disebut Code Civil (Hukum Perdata) dan Code de Commerce (Hukum Dagang). Sewaktu Perancis menguasai Belanda (1806 -1813), kedua kodifikasi itu diberlakukan di negeri Belanda yang masih dipergunakan terus higga 24 tahun sesudah kemerdekaan Belanda dari Perancis (1813).

Pada tahun 1814 Belanda mulai menyusun Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Sipil) atau KUHS Negeri belanda, berdasarkan kodifikasi hukum Belanda yang dibuat oleh MR.J.M KEMPER disebut ONTWERP KEMPER namun sayangnya KEMPER meninggal dunia 1824 sebelum menyelesaikan tugasnya dan dilanjutkan oleh NICOLAI yang menjabat sebagai ketua Pengadilan Tinggi Belgia. Keinginan Belanda tersebut terealisasi pada tanggal 6 Juli 1880 dengan pembentukkan dua kodifikasi yang diberlakukan pada tanggal 1 Oktober 1838 oleh karena telah terjadi pemberontakan di Belgia yaitu:

·    1. Burgerlijk Wetboek yang disingkat BW [atau Kitab Undang-Undang Hukum       Perdata-Belanda]
 2.Wetboek van Koophandel  disingkat WvK [atau yang dikenal dengan      KUHDagang]

Kodifikasi ini menurut Prof Mr J, Van Kan BW adalah merupakan terjemahan dari Code Civil hasil jiplakan yang disalin dari Bahasa Perancis ke dalam Bahasa nasional Belanda.

3. KUHPerdata
Yang dimaksud dengan Hukum Perdata di Indonesia adalah hukum perdata yang berlaku bagi seluruh Wilayah di Indonesia. Hukum perdata yang berlaku di Indonesia adalah hukum perdata barat Belanda yang pada awalnya berinduk pada Kitab undang-undang Hukum Perdata yang aslinya berbahasa Belanda atau dikenal dengan Burgerlijk Wetboek dan biasanya disingkat B.W. Sebagian mater B.W sudah dicabut berlakunya dan sudah diganti dengan Undang-Undang RI misalnya mengenai UU perkawinan, UU hak tanggungan, UU Kepailitan.

Setelah Indonesia merdeka berdasarkan aturan Pasal 2 aturan peralihan UUD 1945 KUHPdt. Hindia Belanda tetap dinyatakan berlaku sebelum dengan Undang-Undang baru berdasarkan Undang-undang Dasar ini. BW Hindia Belanda disebut juga KUHPerdata Indonesia sebagai induk hukum perdata Indonesia.

Indonesia merupakan Negara hukum, segala sesuatunya diatur berdasarkan hukum, termasuk hubungan antar individunya. Permasalahan atau kasus yang berkaitan antar individu di Indonesia diatur dalam KUHP Perdata, termasuk kasus yang saya pilih tentang seorang anak yang ingin diakui sebagai anak yang sah dimata hukum oleh bapaknya.

Menurut analisis saya, kasus yang saya analisis merujuk pada status soal kedudukan anak yang diatur dalam UU Perkawinan di Pasal 42-45. Pada intinya, anak yang dilahirkan melalui perkawinan yang sah dan tercatat dalam dokumen negara, maka anak itu berhak mendapatkan hak-hak yang harus diterima dari orang tua, termasuk sang ayah. Seperti kasus yang saya analisis bahwa seorang anak yang ingin meminta pengakuan bahwa ia adalah anak kandung dari seorang bapaknya. Dalam hal ini sang Bapak membantah dan mengatakan bahwa anak tersebut bukan anaknya, anak tersebut adalah anak dari mantan istrinya dengan seseorang bernama Mr.X . Namun anak ini mempunyai bukti bahwa dia adalah anak sah dari bapaknya dengan menunjukkan adanya akta lahir.

4. Isi KUHPerdata
KUHPerdata terdiri dari 4 bagian yaitu:

  • Buku 1 tentang Orang / Personrecht
  • Buku 2 tentang Benda /  Zakenrecht
  • Buku 3 tentang Perikatan / Verbintenessenrecht
  • Buku 4 tentang Daluwarsa dan Pembuktian / Verjaring en Bewjis

Dari kasus yang saya analisis, kasus ini diatur dalam KUHPerdata Buku I tentang Orang, hal ini terdapat pada BAB XII yang  menjelaskan tentang Kebapakan Dan Asal Keturunan, Bagian 1 tentang Anak-anak sah. Selain itu status soal kedudukan anak juga diatur dalam UU Perkawinan di Pasal 42-45. Pada intinya anak yang dilahirkan melalui perkawinan yang sah dan tercatat dalam dokumen Negara, maka anak itu berhak mendapatkan hak-hak yang harus diterima dari orang tua, termasuk sang ayah.

Berikut isi Pasal 42 dan 43 UU Perkawinan

Pasal 42
Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah.

Pasal 43
(1)  Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya. (Pasal ini direvisi oleh Mahkamah Konstitusi menjadi anak juga mempunyai hubungan keperdataan dengan ayah biologisnya sepanjang bisa dibuktikan secara ilmiah/tes DNA).
(2)  Kedudukan anak tersebut ayat (1) di atas selanjutnya akan diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Dalam kasus ini, Bubu dilahirkan saat ayahnya dan ibunya terikat status pernikahan. Saat Bubu lahir, nama yang tertulis di dalam akta sebagai ayahnya adalah Dudu. Akta adalah salah satu dokumen resmi negara sebagai bukti keabsahan status perdata seorang anak. Berdasarkan akta, seorang anak bisa mengetahui siapa orang tuanya yang sah menurut hukum Negara. Sepanjang itu ada buktinya di akta kelahiran Bubu adalah anak sah Dudu. Dia mempunyai hak untuk mendapatkan nafkah, fasilitas sosial, kesehatan, dan perlindungan sebagai anak.

5. Definisi Hukum Perdata
Definisi Menurut para ahli :
•  Sri Sudewi Masjchoen Sofwan: Hukum yang mengatur kepentingan  warga negara perseorangan yang satu dengan perseorangan yang lainnya.
 Prof Soediman Kartohadiprodjo, S.H: Hukum yang mengatur kepentingan perseorangan yang satu dengan perseorangan yang lainnya.
   Sudikno Mertokusumo: Hukum antar perseorangan yang mengatur hak dan kewajiban perseorangan yang satu terhadap yang lain di dalam lapangan berkeluarga dan dalam pergaulan masyarakat
     Prof. R. Soebakti S.H: Semua hak yang meliputi hukum privat materiil yang mengatur kepentingan perseorangan.

Definisi secara umum: Suatu peraturan hukum yang mengatur orang atau badan hukum yang satu dengan orang atau badan hukum yang lain didalam masyarakat yang menitikberatkan kepada kepentingan perseorangan.

Berdasarkan definisi menurut para ahli diatas tentang Hukum Perdata, bahwa kasus yang saya analisis termasuk dalam hukum perdata karena hukum tersebut mengatur kepentingan warga Negara yang satu dengan perseorangan yang lainnya. Sebagaimana kasus ini menyangkut tentang hubungan antara ayah dan anak.

6. Unsur-Unsur terpenting dari Hukum Perdata
  1. Norma Peraturan
  2.  Sanksi
  3. Mengikat/dapat dipaksakan


Jadi unsur-unsur diatas adalah unsur yang harus ada dalam hukum perdata. Menurut saya untuk kasus yang saya analisis, unsur yang pertama adalah norma peraturan, disini pihak Bubu dan Dudu harus mematuhi norma-norma serta peraturan yang mengaturnya. Tentang kasus ini, diatur dalam KUHPerdata Buku I tentang orang. Unsur yang kedua adalah sanksi, dalam menjalani kasus hukum perdatanya baik Bubu maupun Dudu harus siap mendapatkan sanksi dari hakim  apabila salah satu dari mereka terbukti bersalah. Sanksi yang diterima harus dibagi secara adil dan rata. Lalu unsur yang ketiga adalah Mengikat/Dapat dipaksakan artinya Bubu dan Dudu harus menerima semua keputusan yang sudah ditetapkan oleh hakim jika dikatakan bersalah, hal tersebut tentu saja dapat dinyatakan mengikat atau dapat dipaksakan untuk para pelaku perselisihan kasus ini.

7. Azas-Azas Hukum Perdata

a. Azas Individualitas
Dapat menikmati dengan sepenuhnya dan menguasai sebebas-bebasnya (hak eigendom) dan dapat melakukan perbuatan hukum, selain itu juga dapat memiliki hasil, merusak, memelihara, dsb.
Batasan terhadap Azas Individualitas yaitu Hukum Tata Usaha Negara (campur tangan pemerintah terhadap hak milik), Pembatasan dengan ketentuan hukum bertetangga, dan tidak menyalahgunakan kepentingan orang lain.
Menurut saya kasus yang saya contohkan ini sudah memenuhi azas Individualitas dimana kedua belah pihak sudah melakukan perbuatan hukum yaitu dimana ayahnya membantah bahwa Bubu adalah anak sah dia, padahal Bubu mempunyai akta kelahiran. Lalu Bubu melayangkan gugatan atas pencemaran nama baik Mumu ibunya yang dilakukan oleh ayahnya.

b. Azas Kebebasan Berkontrak
Setiap orang yang berhak mengadakan perjanjian apapun juga, baik yang telah diatur dalam UU maupun yang belum (pasal 1338 KUHPerdata) asal perjanjian tersebut tidak bertentangan dengan UU, Ketertiban umum dan kesusilaan

Menurut saya yang saya analisis sudah memenuhi azas kebebasan berkontrak, dimana baik pihak Bubu maupun pihak Dudu secara individu memiliki hak kebebasan berkontraknya masing-masing selama tidak bertentangan dengan UU, ketertiban umum dan kesusilaan.

c. Azas Monogami (dalam Perkawinan)
Seorang laki-laki dalam waktu yang yang sama hanya diperbolehkan mempunyai 1 orang istri. Namun pada pasal 3 ayat (2) UU No 1 tahun 1974tentang Undang-Undang Pokok Perkawinan (UUPP) membuka peluang untuk berpoligami dengan memenuhi syarat-syarat pada pasal 3 ayat (2), pasal 4, pasal 5 pada UUPP.

Menurut saya, dalam kasus yang saya analisis ini tidak menyinggung azas monogami. Karena dalam kasus ini Ayahnya-Dudu sudah lama cerai dengan Mumu ibunya Bubu dan menikah lagi dengan isteri yang sekarang. Sehingga kasus ini tidak terkait dengan poligami dalam perkawinan.

8. Perkembangan KUHPerdata di Indonesia
Hukum perdata Eropa (Code Civil Des Francais) dikodifikasi tanggal 21 Maret 1804. Pada tahun 1807, Code civil des Francais diundangkan dengan nama Code Napoleon. Tahun 1811 - 1830, Code Napoleon berlaku di Belanda. KUHPerdata Indonesia berasal dari Hukum Perdata Belanda, yaitu buku "Burgerlijk Wetboek" (BW) dan dikodifikasi pada tanggal 1 Mei 1848.

Setelah kemerdekaan, KUHPerdata tetap diberlakukan di Indonesia. Hal ini tercantum dalam pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 yang menyebutkan bahwa segala badan negara dan peraturan yang ada (termasuk KUHPerdata) masih tetap berlaku selama belum ada peraturan yang baru menurut UUD ini.

Perubahan yang terjadi pada KUHPerdata Indonesia:
  • Tahun 1960: UU No. 5/1960 mencabut buku II KUHPerdata sepanjang mengatur tentang bumi, air serta kekayaan alam yang terkendung didalamnya kecuali hypotek
  •  Tahun 1963: Mahkamah Agung mengeluarkan surat edaran tertanggal 5 September 1963, dengan mencabut pasal-pasal tertentu dari B.W yaitu: pasal 108, 824(2), 1238, 1460, 1579, 1603 x (1) (2), dan 1682
  • Tahun 1974: UU No.1/1974, mencabut ketentuan pasal 108 tentang kedudukan wanita yang menyatakan wanita tidak cukup bertindak

9. Sistematika Hukum Perdata
9.1 Menurut Ilmu Pengetahuan
       Buku I : Hukum Perorangan
       Buku II: Hukum Keluarga
       Buku III: Hukum Harta Kekayaan
       Buku IV: Hukum Waris

9.2 Menurut KUHPerdata
       Buku I: Perihal Orang
       Buku II: Perihal Benda
       Buku III: Perihal Perikatan
       Buku IV:Perihal Pembuktian dan Kadaluarsa

Kasus yang saya pilih diatas adalah kasus perdata antara seorang anak yang meminta diakui sebagai anak sah dimata hukum oleh ayahnya. Di dalam sistematika humum perdata, menurut ilmu pengetahuan kasus ini diatur dalam Buku II tentang Hukum Keluarga. Sedangkan menurut KUHPerdata kasus ini diatur dalam Buku I Perihal Orang pada Bab BAB XII yang  menjelaskan tentang Kebapakan Dan Asal Keturunan, pada Bagian 1 tentang Anak-anak sah.






Referensi


Kitab Undang-Undang Hukum Perdata – Burgerlijk Wetboek [online]. Available from: http://hukum.unsrat.ac.id/uu/bw1.htm   [Accessed: 18 March 2017]

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan [online]. Available from: http://hukum.unsrat.ac.id/uu/uu_1_74.htm [Accessed: 18 March 2017]

Sumber Berita dari Contoh Kasus [online]. Available from: http://www.hukumpedia.com/khmadyaikhu/status-kiswinar-teguh-dalam-hukum-perdata-indonesia [Accessed: 19 March 2017]

Kronologi Kasus Perselisihan Ayah dan Anak [online]. Available from: http://news.detik.com/berita/3297432/hak-hukum-ario-yang-tak-dianggap-anak-oleh-mario-teguh [Accessed: 19 March 2017]



Kuspriatni, Lista. (ed.) (n.d) Aspek Hukum dalam Ekonomi : Hukum Perdata. [Portable Document Format(pdf.)] Pp. 1-3. Available from: http://lista.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/folder/0.2 [Accessed: 19 March  2017]