Selasa, 09 Mei 2017

Because Time is Money



Disclaimer
Konten yang terkandung di dalam blog ini adalah semata-mata untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Softskill, yaitu Aspek Hukum Dalam Ekonomi. Jika terdapat kesamaan latar, alur, nama tokoh atau apapun, itu hanya kebetulan belaka dan tidak bermaksud untuk menyinggung.



Pendahuluan

Pada postingan saya kali ini, dalam memenuhi tugas Mata Kuliah Softskill yaitu Aspek Hukum dalam Ekonomi saya akan menganalisis tentang Perlindungan Konsumen. Adapun kasus yang saya analisis ini membahas tentang suatu maskapai yang saya samarkan menjadi “Mahabarata Air” sebagai pelaku usaha dengan penumpangnya sebagai konsumen disini. Hubungan antara penumpang dengan pihak maskapai harus berjalan sesuai hak dan kewajiban masing masing. Seperti kewajiban penumpang untuk membayar tiket pesawat dan maskapai memberikan pelayanan yang aman dan nyaman. Namun dari kasus ini maskapai Mahabarata Air sering menjadi momok pembicaraan oleh masyarakat sebagai maskapai yang selalu terlambat dengan waktu yang luar biasa lama dan kenyamanan yang kurang, sebagai konsumen para penumpang berhak mendapatkan perlindungan konsumen. Maka dari itu saya akan menganalisis kasus ini apakah pihak maskapai melanggar kewajibannya sebagai penjual jasa penerbangan.


Kasus

PT Mahabarata Air diberikan sanksi tegas oleh Pak Ogah terkait berbagai rute maskapai penerbangan PT. Mahabarata yang dua hari terakhir ini mengalami delay. Peristiwa ini dinilai sangat merugikan calon penumpang yang sudah membeli tiket maskapai tersebut. Permasalahan bermula ketika pihak Mahabarata yang lambat memberikan informasi mengenai penyebab delay tersebut kepada para konsumen. Padahal, sebagai konsumen calon penumpang berhak mengetahuinya, dan kejadian hal semacam ini bukanlah yang pertama kali terjadi oleh Mahabarata.

Mahabarata telah melanggar UU No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan UU No.1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. Pasal 19 ayat 1 UU Perlindungan Konsumen menyatakan, “Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, atau kerugian yang diderita konsumen akibat mempergunakan barang / jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan”. Sedangkan Pasal 146 UU Penerbangan manyatakan, “Pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang diderita karena keterlambatan pada angkutan penumpang…”

Mahabarata tidak cukup hanya memberikan kompensasi sebesar Rp300 ribu sebagaimana diatur dalam Pasal 10 Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) No. 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara. Pak DumDum sebagai pihak yang merasa dirugikan mengajak para penumpang lainnya yang dirugikan untuk mengajukan gugatan ganti kerugian ke pengadilan.

Kasus ini bukanlah yang pertama untuk Mahabarata Air, Mahabarata telah menelantarkan ribuan penumpang akibat delay di beberapa rute penerbangannya. Seharusnya Mahabarata dapat belajar dari masalah sebelumnya dan diharapkan dapat melakukan perbaikan dan pembenahan. Namun hal tersebut dianggap enteng oleh pihak Mahabarata atau maskapai penerbangan lainnya.

Pak Ogah meminta pada BirdisBurung untuk memberi sanksi tegas kepada Mahabarata untuk melakukan pertanggung jawab atas permasalahan ini. Pak Ogah juga mendesak kepada BirdisBurung untuk mencabut izin Mahabarata yang sering mengalami delay.


Analisis Kasus


1. Pengertian Konsumen & Perlindungan Konsumen
1.1 Pengertian Konsumen
Pengertian Konsumen menurut UU Perlindungan Konsumen No 8 tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, menyatakan bahwa Konsumen ialah setiap orang pemakai barang dan jasa yang tersedia di dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk di perdagangkan.

1.2 Pengertian Perlindungan Konsumen
Perlindungan Konsumen menurut UU Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun 1999 menyatakan bahwa Perlindungan Konsumen ialah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.

Menurut analisis saya, kasus yang saya analisis ini tentang Maskapai Mahabarata dengan para penumpangnya yang merasa dirugikan termasuk kasus perlindungan konsumen. Dimana para penumpang sebagai pihak konsumen yang telah memiliki tiket merasa dirugikan karena terjadinya delay pesawat yang cukup lama. Maka dari itu para penumpang berhak mendapat perlindungan konsumen dan ganti rugi dari pihak maskapai sebagaimana diatur dalam UU Perlindungan Konsumen No 8 tahun 1999.


2. Azas Perlindungan Konsumen

·     Azas Manfaat dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan.
·   Azas Keadilan dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil.
·    Azas keseimbang dimaksudkan untuk memberikan Keseimbangan antara kepentingan Konsumen, pelaku usaha dan pemerintah dalam arti materiil ataupun spiritual.
·  Azas Keamanan dan keselamatan konsumen dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/jasa yang dikonsumsi atau digunakan.
·  Azas Kepastian hukum dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun konsumen menaati hukum dan memperoleh keasilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.


Menurut analisis saya, dalam Azas Manfaat terhadap perlindungan konsumen dapat memberikan manfaat yang sama untuk penumpang atau konsumen dengan pihak maskapai. Dalam Azas Keadilan diharapkan baik pihak maskapai maupun pihak penumpang dapat menjalankan kewajibannya dan mendapatkan haknya secara adil tidak memihak disatu pihak. Lalu dalam Azas Keseimbangan hampir sama dengan kedua Azas sebelumnya yaitu harus berlaku seimbang antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah. Dalam Azas Keamanan dan keselamatan konsumen seharusnya pihak maskapai dapat memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada para penumpang sehingga konsumen merasa nyaman dan aman. Yang terakhir dalam Azas Kepastian Hukum baik pihak Mahabarata Air dan penumpang harus menaati hukum yang berlaku di Indonesia.


3. Tujuan Perlindungan Konsumen
Tujuan perlindungan konsumen seperti yang tercantum dalam Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 1999 yaitu :
1.  Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri;
2. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari akses negatif pemakaian barang dan/atau jasa;
3. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen;
4. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi;
5. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha;
6. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.

Menurut analisis saya, Tujuan Perlindungan Konsumen yang tercantum dalam Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 1999 jika dikaitkan dengan kasus yang saya analisis antara Maskapai Mahabarata dengan penumpangnya, maka calon penumpang atau sebagai pihak konsumen berhak mengetahui informasi mengenai penyebab delay tersebut dari pihak maskapai. Sebagaimana terdapat pada point nomor 4 yaitu menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi. Dan seharusnya pihak maskapai dapat meningkatkan kualitas jasa yang menjamin kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen mengingat hal ini bukanlah pertama kalinya masalah ini terjadi.


4. Hak dan Kewajiban Konsumen
4.1 Hak Konsumen

1. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
2.  Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar serta jaminan yang dijanjikan;
3.   Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
4.  Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
5.  Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
6.     Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
7.  Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur dan tidak diskriminatif;
8. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atas tidak sebagaimana mestinya;
9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Menurut analisis saya, Penumpang maskapai selaku pihak konsumen memiliki hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan jasa. Namun dalam kasus ini pihak maskapai yang lambat memberikan informasi mengenai penyebab delay tersebut kepada konsumen sehingga menyebabkan kerugian waktu akibat penanganan penumpang yang tidak sesuai dengan standar kelayakan. Konsumen juga berhak mendapatkan kompensasi, ganti rugi, atau penggatian jasa apabila tidak sesuai dengan perjanjian. Dalam hal ini pihak maskapai Mahabarata harus  memberikan kompensasi sebesar Rp300 ribu sebagaimana diatur dalam Pasal 10 Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) No. 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara.


4.2 Kewajiban Konsumen
1. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
2. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
3.   Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
4.  Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.

Menurut analisis saya, sebagai seorang penumpang maskapai  wajib untuk membaca atau mengikuti informasi dan prosedur yang diberikan oleh pihak maskapai tidak hanya menuntut untuk haknya saja. Jadi antara penumpang dan pihak maskapai dapat menciptakan keamanan dan keselamatan dalam perjalanan.


5. Pengertian, Hak, dan Kewajiban Pelaku Usaha
5.1 Pengertian Pelaku Usaha
Menurut UU Perlindungan Konsumen No 8 Tahun 1999 pada Bab I Pasal 1 sudah dijelaskan Pelaku Usaha ialah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.

Menurut analisis saya, Mahabarata Air termasuk pelaku usaha yang bergerak dibidang transportasi udara. Karena seperti penjelasan diatas bahwa Mahabarata Air adalah maskapai penerbangan bertarif rendah yang didirikan dan berkedudukan serta melakukan kegiatan operasinya dalam wilayah NKRI maka dari itu Mahabarata air dapat dikatakan sebagai pelaku usaha.


5.2 Hak Pelaku Usaha
1. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
2.  Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik;
3.  Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen;
4.  Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
5. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. 

Menurut analisis saya, bukan hanya konsumen yang berhak menerima hak-haknya sebagai konsumen, tetapi pelaku usaha juga berhak mendapatkan hak-haknya sebagai pelaku usaha. Misalnya dalam kasus ini Mahabarata Air sudah mendapatkan haknya untuk menerima tiket pembayaran tiket pesawat dari konsumen. Pihak pelaku usaha juga mempunyai hak untuk melakukan pembelaan diri dalam penyelesaian hukum sengketa dengan konsumen apabila ditemukan bahwa pelaku tidak bersalah.


5.3 Kewajiban Pelaku Usaha
1.     Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
2.  Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
3.  Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
4. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
5. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;
6. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
7. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian. 

Menurut analisis saya, selain berhak mendapatkan hak-haknya para pelaku juga mempunyai kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan. Mahabarata air harus mempunyai tekad baik dalam kegiatan usahanya namun dalam kasus ini Mahabarata air tidak menjalani kewajibannya dalam memberikan informasi yang jelas kepada para penumpang tentang keterlambatan delay dan kurang baiknya  pelayanan sehingga penumpang merasa kurang nyaman atau tidak puas terhadap kerja maskapai. Karena keterlambatan yang terjadi pada Mahabarata air bukanlah hal yang pertama tapi hampir  selalu terlambat dengan waktu yang luar biasa lama sehingga menciptakan kenyamanan yang kurang bagi para penumpang. Selain itu pelaku usaha jika terbukti bersalah diharapkan dapat memberikan kompensasi atau mengganti rugi kepada para penumpang.


6. Perbuatan yang dilarang Bagi Pelaku Usaha
Dalam Pasal 8 sampai dengan Pasal 17 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 mengatur perbuatan hukum yang dilarang bagi pelaku usaha yaitu larangan dalam memproduksi/memperdagangkan, larangan dalam menawarkan/ mempromosikan/mengiklankan, larangan dalam penjualan secara obral atau lelang dan larangan dalam periklanan. Dalam kasus yang saya analisis perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha adalah larangan dalam memproduksi atau memperdagangkan.

1.  Pelaku Usaha dilarang memproduksi barang dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang:
·  Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan;
·      Tidak Sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto dan jumlah dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut
·        Tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya
· Tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang dan atau jasa tersebut
· Tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahaan, gaya, mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keteranga barang dan/atau jasa tersebut
·    Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalm label, etiket atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut
·  Tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka watu penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu
·    Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan "halal" yang dicantumkan dalam label
·   Tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama barang, ukuran, erat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akinat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus dipasang/dibuat
·   Tidak mencantumkan informasi dan atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketenuan perundang-undangan yang berlaku
2.    Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat, atau bekas dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang dimaksud.
3.   Pelaku usaha dilarang memperdagagkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar dengan atau tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar.


Menurut analisis saya, perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha tercantum dalam UU Nomor 8 Tahun 1999 jika dikaitkan dengan kasus yang saya analisis pihak maskapai Mahabarata sebagai pelaku usaha terkena larangan dalam memproduksi atau memperdagangkan jasanya disebabkan karena tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut. Maksudnya adalah ketika jadwal penerbangan yang sudah tertera pada tiket/etiket yang sudah dibeli oleh para konsumen namun mengalami delay yang sangat lama tanpa pemberian informasi yang jelas sehingga Mahabarata Air dianggap sudah melanggar janjinya dengan para konsumen atau penumpang yang sudah menggunakan maskapai Mahabarata Air. Jika kejadian ini terus terulang dan banyaknya pelanggaran diluar kasus delay yang merugikan konsumen maka Mahabarata dapat diberikan pencabutan hak maskapai penerbangan untuk beroperasi.


7. Tanggung Jawab Pelaku Usaha
Tanggung jawab pelaku usaha seperti yang tercantum dalam Pasal 19 UU Nomor 8 Tahun 1999 yaitu :
1. Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.
2. Ganti rugi sebagaimana yangdimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3.   Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi.
4.   Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan.
5.  Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen.

Menurut analisis saya, para pelaku usaha harus bertanggung jawab atas barang atau jasa yang diberikannya kepada konsumen. Dalam kasus ini Mahabarata Air telah membuat konsumen banyak di rugikan seperti kasus Mahabarata Air yang telah menelantarkan ribuan penumpang akibat delay di beberapa rute penerbangannya. Dalam menjalankan tanggung jawabnya pihak Mahabarata Air harus memberikan ganti rugi atas jasa yang dihasilkannya karena tidak berjalan dengan baik. Ganti rugi sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau memberikan kompensasi kepada konsumen setara dengan nilainya. Dalam kasus ini pihak Mahabarata Air diminta untuk mebayar. Pemberian ganti rugi sebaiknya dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 hari setelah tanggal transaksi.


8. Sanksi
Sanksi administratif berdasarkan Pasal 60 UU Perlindungan Konsumen adalah sebagai berikut :
1. Badan penyelesaian sengketa konsumen berwenang menjatuhkan sanksi administratif terhadap pelaku usaha yang melanggar Pasal 19 ayat (2) dan ayat (30), Pasal 20, Pasal 25 dan Pasal 26.
2. Sanksi administratif berupa penetapan ganti rugi paling banyak Rp 200.000.000 9(duaratus juta rupiah).
3.  Tata cara penetapan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam peraturan perundang-undangan.

Menurut analisis saya, maskapai Mahabarata Air karena telah melanggar Pasal 19 maka dapat dikenakan sanksi Administratif yaitu ganti rugi sebesar Rp. 200.000.000. Banyaknya kesalahan pada maskapai yang merugikan penumpang seperti telah menelantarkan penumpang akibat delay di beberapa rute penerbangannya. Maka sanksi yang diberikan adalah memberikan kompensasi sebesar Rp 300.000 sebagaimana diatur dalam Pasal 10 Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) No. 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara.

Namun apabila pihak maskapai Mahabarata tidak dapat melakukan perbaikan dan pembenahan, maka Mahabarata Air akan diberikan sanksi tegas oleh Menteri Perhubungan yaitu pencabutan izin Mahabarata Air di rute yang sering mengalami delay. Jadi dapat disimpulkan bahwa Mahabarata Air sudah melanggar Pasal 19 ayat 1 UU Perlindungan Konsumen.





REFERENSI

UU Nomor 8 tahu 1999 Perlindungan Konsumen (n.d.) [Portable Documet Format (pdf).] pp 1-54. Available From: sireka.pom.go.id/requirement/UU-8-1999-Perlindungan-Konsumen.pdf [Accessed: 9 Mei 2017]

Maskapai Mahabarata Air [online]. Available from: https://id.wikipedia.org/wiki/Mahabarata_Air [Accessed: 9 Mei 2017]

Kronologi Kasus Mahabarata Air karena delay [online]. Available from: http://www.hukumonline.com/berita/baca/delay-dua-hari--mahabarata-air-dinilai-langgar-uu [Accessed: 9 Mei 2017]

Kasus pelanggaran Maskapai [online]. Available from: http://www.hukumonline.com/berita/baca/lima-kasus-maskapai-birdisburung-yang-dibawa-ke-pengadilan [Accessed: 9 Mei 2017]