Disclaimer
Konten yang terkandung di dalam
blog ini adalah semata-mata untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Softskill, yaitu
Aspek Hukum Dalam Ekonomi. Jika terdapat kesamaan latar, alur, nama tokoh atau
apapun, itu hanya kebetulan belaka dan tidak bermaksud untuk menyinggung.
Pendahuluan
Pada
postingan saya kali ini, dalam memenuhi tugas Mata Kuliah Softskill yaitu Aspek
Hukum dalam Ekonomi saya akan menganalisis tentang Perlindungan Konsumen.
Adapun kasus yang saya analisis ini membahas tentang suatu maskapai yang saya
samarkan menjadi “Mahabarata Air” sebagai pelaku usaha dengan penumpangnya
sebagai konsumen disini. Hubungan antara penumpang dengan pihak maskapai harus
berjalan sesuai hak dan kewajiban masing masing. Seperti kewajiban penumpang
untuk membayar tiket pesawat dan maskapai memberikan pelayanan yang aman dan
nyaman. Namun dari kasus ini maskapai Mahabarata Air sering menjadi momok
pembicaraan oleh masyarakat sebagai maskapai yang selalu terlambat dengan waktu
yang luar biasa lama dan kenyamanan yang kurang, sebagai konsumen para
penumpang berhak mendapatkan perlindungan konsumen. Maka dari itu saya akan
menganalisis kasus ini apakah pihak maskapai melanggar kewajibannya sebagai
penjual jasa penerbangan.
Kasus
PT
Mahabarata Air diberikan sanksi tegas oleh Pak Ogah terkait berbagai rute
maskapai penerbangan PT. Mahabarata yang dua hari terakhir ini mengalami delay. Peristiwa ini dinilai sangat
merugikan calon penumpang yang sudah membeli tiket maskapai tersebut.
Permasalahan bermula ketika pihak Mahabarata yang lambat memberikan informasi
mengenai penyebab delay tersebut kepada para konsumen.
Padahal, sebagai konsumen calon penumpang berhak mengetahuinya, dan kejadian
hal semacam ini bukanlah yang pertama kali terjadi oleh Mahabarata.
Mahabarata
telah melanggar UU No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan UU
No.1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. Pasal 19 ayat 1 UU Perlindungan Konsumen
menyatakan, “Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas
kerusakan, pencemaran, atau kerugian yang diderita konsumen akibat
mempergunakan barang / jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan”. Sedangkan
Pasal 146 UU Penerbangan manyatakan, “Pengangkut bertanggung jawab atas
kerugian yang diderita karena keterlambatan pada angkutan penumpang…”
Mahabarata
tidak cukup hanya memberikan kompensasi sebesar Rp300 ribu sebagaimana diatur
dalam Pasal 10 Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) No. 77 Tahun 2011 tentang
Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara. Pak DumDum sebagai pihak yang merasa
dirugikan mengajak para penumpang lainnya yang dirugikan untuk mengajukan
gugatan ganti kerugian ke pengadilan.
Kasus
ini bukanlah yang pertama untuk Mahabarata Air, Mahabarata telah menelantarkan
ribuan penumpang akibat delay di
beberapa rute penerbangannya. Seharusnya Mahabarata dapat belajar dari masalah
sebelumnya dan diharapkan dapat melakukan perbaikan dan pembenahan. Namun hal
tersebut dianggap enteng oleh pihak Mahabarata atau maskapai penerbangan
lainnya.
Pak
Ogah meminta pada BirdisBurung untuk memberi sanksi tegas kepada Mahabarata
untuk melakukan pertanggung jawab atas permasalahan ini. Pak Ogah juga mendesak
kepada BirdisBurung untuk mencabut izin Mahabarata yang sering mengalami delay.
Analisis
Kasus
1.
Pengertian Konsumen & Perlindungan Konsumen
1.1
Pengertian Konsumen
Pengertian
Konsumen menurut UU Perlindungan Konsumen No 8 tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen, menyatakan bahwa Konsumen ialah setiap orang pemakai barang dan jasa
yang tersedia di dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri,
keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk di
perdagangkan.
1.2
Pengertian Perlindungan Konsumen
Perlindungan
Konsumen menurut UU Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun 1999 menyatakan bahwa
Perlindungan Konsumen ialah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum
untuk memberi perlindungan kepada konsumen.
Menurut
analisis saya, kasus yang saya analisis ini tentang Maskapai Mahabarata dengan
para penumpangnya yang merasa dirugikan termasuk kasus perlindungan konsumen.
Dimana para penumpang sebagai pihak konsumen yang telah memiliki tiket merasa
dirugikan karena terjadinya delay pesawat
yang cukup lama. Maka dari itu para penumpang berhak mendapat perlindungan
konsumen dan ganti rugi dari pihak maskapai sebagaimana diatur dalam UU
Perlindungan Konsumen No 8 tahun 1999.
2. Azas Perlindungan Konsumen
· Azas Manfaat dimaksudkan
untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen
harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku
usaha secara keseluruhan.
· Azas Keadilan
dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal
dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh
haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil.
· Azas keseimbang
dimaksudkan untuk memberikan Keseimbangan antara kepentingan Konsumen, pelaku
usaha dan pemerintah dalam arti materiil ataupun spiritual.
· Azas Keamanan dan
keselamatan konsumen dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan
keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang
dan/jasa yang dikonsumsi atau digunakan.
· Azas Kepastian hukum
dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun konsumen menaati hukum dan memperoleh
keasilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin
kepastian hukum.
Menurut
analisis saya, dalam Azas Manfaat terhadap perlindungan konsumen dapat
memberikan manfaat yang sama untuk penumpang atau konsumen dengan pihak
maskapai. Dalam Azas Keadilan diharapkan baik pihak maskapai maupun pihak
penumpang dapat menjalankan kewajibannya dan mendapatkan haknya secara adil
tidak memihak disatu pihak. Lalu dalam Azas Keseimbangan hampir sama dengan
kedua Azas sebelumnya yaitu harus berlaku seimbang antara kepentingan konsumen,
pelaku usaha, dan pemerintah. Dalam Azas Keamanan dan keselamatan konsumen
seharusnya pihak maskapai dapat memberikan jaminan atas keamanan dan
keselamatan kepada para penumpang sehingga konsumen merasa nyaman dan aman.
Yang terakhir dalam Azas Kepastian Hukum baik pihak Mahabarata Air dan
penumpang harus menaati hukum yang berlaku di Indonesia.
3. Tujuan Perlindungan Konsumen
Tujuan
perlindungan konsumen seperti yang tercantum dalam Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun
1999 yaitu :
1. Meningkatkan
kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri;
2. Mengangkat
harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari akses negatif
pemakaian barang dan/atau jasa;
3. Meningkatkan
pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai
konsumen;
4. Menciptakan
sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan
keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi;
5. Menumbuhkan
kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga
tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha;
6. Meningkatkan
kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang
dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.
Menurut
analisis saya, Tujuan Perlindungan Konsumen yang tercantum dalam Pasal 3 UU
Nomor 8 Tahun 1999 jika dikaitkan dengan kasus yang saya analisis antara
Maskapai Mahabarata dengan penumpangnya, maka calon penumpang atau sebagai
pihak konsumen berhak mengetahui informasi mengenai penyebab delay tersebut dari pihak maskapai.
Sebagaimana terdapat pada point nomor 4 yaitu menciptakan sistem perlindungan
konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta
akses untuk mendapatkan informasi. Dan seharusnya pihak maskapai dapat
meningkatkan kualitas jasa yang menjamin kenyamanan, keamanan, dan keselamatan
konsumen mengingat hal ini bukanlah pertama kalinya masalah ini terjadi.
4. Hak dan Kewajiban Konsumen
4.1 Hak Konsumen
1. Hak atas kenyamanan,
keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
2. Hak untuk memilih barang
dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan
nilai tukar serta jaminan yang dijanjikan;
3. Hak atas informasi yang
benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
4. Hak untuk didengar pendapat
dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
5. Hak untuk mendapatkan
advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen
secara patut;
6. Hak untuk mendapat pembinaan
dan pendidikan konsumen;
7. Hak untuk diperlakukan atau
dilayani secara benar dan jujur dan tidak diskriminatif;
8. Hak untuk mendapatkan
kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang
diterima tidak sesuai dengan perjanjian atas tidak sebagaimana mestinya;
9. Hak-hak yang diatur dalam
ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Menurut
analisis saya, Penumpang maskapai selaku pihak konsumen memiliki hak atas
informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan jasa. Namun
dalam kasus ini pihak maskapai yang lambat memberikan informasi mengenai
penyebab delay tersebut kepada
konsumen sehingga menyebabkan kerugian waktu akibat penanganan penumpang yang
tidak sesuai dengan standar kelayakan. Konsumen juga berhak mendapatkan
kompensasi, ganti rugi, atau penggatian jasa apabila tidak sesuai dengan
perjanjian. Dalam hal ini pihak maskapai Mahabarata harus memberikan kompensasi sebesar Rp300 ribu
sebagaimana diatur dalam Pasal 10 Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) No.
77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara.
4.2
Kewajiban Konsumen
1. Membaca
atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan
barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
2. Beritikad
baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
3. Membayar
sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
4. Mengikuti
upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
Menurut
analisis saya, sebagai seorang penumpang maskapai wajib untuk membaca atau mengikuti informasi
dan prosedur yang diberikan oleh pihak maskapai tidak hanya menuntut untuk
haknya saja. Jadi antara penumpang dan pihak maskapai dapat menciptakan
keamanan dan keselamatan dalam perjalanan.
5. Pengertian,
Hak, dan Kewajiban Pelaku Usaha
5.1
Pengertian Pelaku Usaha
Menurut
UU Perlindungan Konsumen No 8 Tahun 1999 pada Bab I Pasal 1 sudah dijelaskan
Pelaku Usaha ialah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang
berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan
atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia, baik sendiri
maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam
berbagai bidang ekonomi.
Menurut
analisis saya, Mahabarata Air termasuk pelaku usaha yang bergerak dibidang
transportasi udara. Karena seperti penjelasan diatas bahwa Mahabarata Air
adalah maskapai penerbangan bertarif rendah yang didirikan dan berkedudukan
serta melakukan kegiatan operasinya dalam wilayah NKRI maka dari itu Mahabarata
air dapat dikatakan sebagai pelaku usaha.
5.2 Hak Pelaku Usaha
1. Hak untuk
menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai
tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
2. Hak untuk
mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik;
3. Hak untuk
melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa
konsumen;
4. Hak untuk
rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen
tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
5. Hak-hak
yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Menurut
analisis saya, bukan hanya konsumen yang berhak menerima hak-haknya sebagai
konsumen, tetapi pelaku usaha juga berhak mendapatkan hak-haknya sebagai pelaku
usaha. Misalnya dalam kasus ini Mahabarata Air sudah mendapatkan haknya untuk
menerima tiket pembayaran tiket pesawat dari konsumen. Pihak pelaku usaha juga
mempunyai hak untuk melakukan pembelaan diri dalam penyelesaian hukum sengketa
dengan konsumen apabila ditemukan bahwa pelaku tidak bersalah.
5.3
Kewajiban Pelaku Usaha
1. Beritikad
baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
2. Memberikan
informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang
dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
3. Memperlakukan
atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
4. Menjamin
mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan
ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
5. Memberi
kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa
tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat
dan/atau yang diperdagangkan;
6. Memberi
kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan,
pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
7. Memberi
kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang
diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
Menurut
analisis saya, selain berhak mendapatkan hak-haknya para pelaku juga mempunyai
kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan. Mahabarata air harus mempunyai
tekad baik dalam kegiatan usahanya namun dalam kasus ini Mahabarata air tidak
menjalani kewajibannya dalam memberikan informasi yang jelas kepada para
penumpang tentang keterlambatan delay dan
kurang baiknya pelayanan sehingga
penumpang merasa kurang nyaman atau tidak puas terhadap kerja maskapai. Karena
keterlambatan yang terjadi pada Mahabarata air bukanlah hal yang pertama tapi
hampir selalu terlambat dengan waktu
yang luar biasa lama sehingga menciptakan kenyamanan yang kurang bagi para
penumpang. Selain itu pelaku usaha jika terbukti bersalah diharapkan dapat
memberikan kompensasi atau mengganti rugi kepada para penumpang.
6.
Perbuatan yang dilarang Bagi Pelaku Usaha
Dalam Pasal 8 sampai
dengan Pasal 17 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 mengatur perbuatan hukum yang
dilarang bagi pelaku usaha yaitu larangan dalam memproduksi/memperdagangkan, larangan
dalam menawarkan/ mempromosikan/mengiklankan, larangan dalam penjualan secara
obral atau lelang dan larangan dalam periklanan. Dalam kasus yang saya analisis
perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha adalah larangan dalam memproduksi
atau memperdagangkan.
1. Pelaku Usaha dilarang memproduksi
barang dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang:
· Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
· Tidak Sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto dan jumlah dalam
hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut
· Tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan
menurut ukuran yang sebenarnya
· Tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran
sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang dan atau jasa
tersebut
· Tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahaan, gaya,
mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau
keteranga barang dan/atau jasa tersebut
· Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalm label, etiket atau
keterangan barang dan/atau jasa tersebut
· Tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka watu
penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu
· Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana
pernyataan "halal" yang dicantumkan dalam label
· Tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama
barang, ukuran, erat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal
pembuatan, akinat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain
untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus dipasang/dibuat
· Tidak mencantumkan informasi dan atau petunjuk penggunaan barang dalam
bahasa Indonesia sesuai dengan ketenuan perundang-undangan yang berlaku
2. Pelaku usaha dilarang
memperdagangkan barang yang rusak, cacat, atau bekas dan tercemar tanpa
memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang dimaksud.
3. Pelaku usaha dilarang memperdagagkan
sediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar dengan
atau tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar.
Menurut analisis saya, perbuatan yang dilarang
bagi pelaku usaha tercantum dalam UU Nomor 8 Tahun 1999 jika dikaitkan dengan
kasus yang saya analisis pihak maskapai Mahabarata sebagai pelaku usaha terkena
larangan dalam memproduksi atau memperdagangkan jasanya disebabkan karena tidak
sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang
dan/atau jasa tersebut. Maksudnya adalah ketika jadwal penerbangan yang sudah
tertera pada tiket/etiket yang sudah dibeli oleh para konsumen namun mengalami delay yang sangat lama tanpa pemberian
informasi yang jelas sehingga Mahabarata Air dianggap sudah melanggar janjinya
dengan para konsumen atau penumpang yang sudah menggunakan maskapai Mahabarata
Air. Jika kejadian ini terus terulang dan banyaknya pelanggaran diluar kasus delay yang merugikan konsumen maka
Mahabarata dapat diberikan pencabutan hak maskapai penerbangan untuk
beroperasi.
7. Tanggung
Jawab Pelaku Usaha
Tanggung
jawab pelaku usaha seperti yang tercantum dalam Pasal 19 UU Nomor 8 Tahun 1999
yaitu :
1. Pelaku
usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan
atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan atau jasa yang dihasilkan
atau diperdagangkan.
2. Ganti rugi
sebagaimana yangdimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau
penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau
perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3. Pemberian
ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal
transaksi.
4. Pemberian
ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menghapuskan
kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai
adanya unsur kesalahan.
5. Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku apabila pelaku
usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen.
Menurut
analisis saya, para pelaku usaha harus bertanggung jawab atas barang atau jasa
yang diberikannya kepada konsumen. Dalam kasus ini Mahabarata Air telah membuat
konsumen banyak di rugikan seperti kasus Mahabarata Air yang telah
menelantarkan ribuan penumpang akibat delay
di beberapa rute penerbangannya. Dalam menjalankan tanggung jawabnya pihak
Mahabarata Air harus memberikan ganti rugi atas jasa yang dihasilkannya karena
tidak berjalan dengan baik. Ganti rugi sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1)
dapat berupa pengembalian uang atau memberikan kompensasi kepada konsumen
setara dengan nilainya. Dalam kasus ini pihak Mahabarata Air diminta untuk
mebayar. Pemberian ganti rugi sebaiknya dilaksanakan dalam tenggang waktu 7
hari setelah tanggal transaksi.
8. Sanksi
Sanksi
administratif berdasarkan Pasal 60 UU Perlindungan Konsumen adalah sebagai
berikut :
1. Badan
penyelesaian sengketa konsumen berwenang menjatuhkan sanksi administratif
terhadap pelaku usaha yang melanggar Pasal 19 ayat (2) dan ayat (30), Pasal 20,
Pasal 25 dan Pasal 26.
2. Sanksi
administratif berupa penetapan ganti rugi paling banyak Rp 200.000.000
9(duaratus juta rupiah).
3. Tata cara
penetapan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih
lanjut dalam peraturan perundang-undangan.
Menurut
analisis saya, maskapai Mahabarata Air karena telah melanggar Pasal 19 maka
dapat dikenakan sanksi Administratif yaitu ganti rugi sebesar Rp. 200.000.000.
Banyaknya kesalahan pada maskapai yang merugikan penumpang seperti telah
menelantarkan penumpang akibat delay
di beberapa rute penerbangannya. Maka sanksi yang diberikan adalah memberikan
kompensasi sebesar Rp 300.000 sebagaimana diatur dalam Pasal 10 Peraturan
Menteri Perhubungan (Permenhub) No. 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab
Pengangkut Angkutan Udara.
Namun
apabila pihak maskapai Mahabarata tidak dapat melakukan perbaikan dan
pembenahan, maka Mahabarata Air akan diberikan sanksi tegas oleh Menteri
Perhubungan yaitu pencabutan izin Mahabarata Air di rute yang sering mengalami delay. Jadi dapat disimpulkan bahwa
Mahabarata Air sudah melanggar Pasal 19 ayat 1 UU Perlindungan Konsumen.
REFERENSI
UU Nomor 8 tahu 1999 Perlindungan Konsumen (n.d.) [Portable Documet Format (pdf).] pp
1-54. Available From: sireka.pom.go.id/requirement/UU-8-1999-Perlindungan-Konsumen.pdf
[Accessed: 9 Mei 2017]